Margies' Blog

Sugeng Rawuh... ayo berbagi

Cari Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Jumat, 27 Mei 2011

PELEPASAN SISWA, ANTARA ESENSI DAN GENGSI


Pelepasan siswa kelas pamungkas, baik itu kelas VI, kelas IX, maupun kelas XII dari tahun ke tahun selalu dilaksanakan oleh sekolah. Tujuan kegiatan itu sebenarnya sangat positif, apabila dikemas dengan baik, rapi, profesional, dan humanis.Momentum akhir tahun itu bisa digunakan sebagai sarana promosi sekolah, ajang penampilan bakat minat siswa, dan sekaligus sebagai sarana hiburan yang mendidik bagi warga sekolah maupun masyrakat
Tentu saja sekali lagi,hal - hal di atas akan tercapai bila sekolah dalam hal ini panitia penyelenggara benar - benar mempersiapkan formula pelepasan dengan sungguh - sungguh dan memperhatikan berbagai aspek penting yang akan menunjang kesusksesan sebuah acara.
Apa yang dimaksud dengan sukses di sini ? Sukses dalam konteks penulis adalah, penyelenggaraan acara pelepasan berjalan lancar, menghibur, memberikan kepuasan kepada segenap pelaksana kegiatan dan masyarakat, dan yang paling penting adalah mampu memberikan suguhan - suguhan yang cantik sekaligus mendidik.
namun, sudahkah hal - hal itu tercapai? Jawabannya adalah belum memuaskan. Pelepasan siswa sebagai ajang kebolehan siswa menampilkan bakat minat siswa sering diwarnai dengan aksi - aksi tidak intelek, semacam joget bebas tanpa memperhatikan norma,unjuk pakaian di luar norma kesopanan bak artis ibu kota yang jauh dari norma agama dan budaya bangsa, dan yang terparah jauhnya penerapan nilai - nilai kepribadian lihur bagi para siswa, misalnya joged dangdut dengan goyang ala penyanyi terkenal dan lain sebagainya.
sebenarnya acara hebat itu bisa menjadi ajang positif, mengasah keterampilan siswa berbicara; berpidato, memandu acara, mengelola kegiatan, dan mengasah kreativitas seni siswa dll.
ayolah, ingin siswa kita tumbuh menjadi siswa terampil,cerdas, berkarakter, atau justru sebaliknya akan mencetak mereka menjadi pribadi - pribadi plagiat, suka meniru gaya orang lain dan bermental pengekor?
Hanya kita yang bisa menjawabnya. Yang pasti tentu kita tak akan pernah rela tiga atau enam tahun kita mengajar dan mendidik mereka, lalu keluar menjadi pribadi - pribadi yang lupa siapa jati dirinya.

Minggu, 22 Mei 2011

Kajian Kritis tentang Emotional Quotient

Faktor EQ dan Kecerdasan
Sebuah Analisis Kritis
Oleh : Margiati


Selama ini kita sering menganggap bahwa kecerdasan seseorang itu diukur hanya dengan intelegensi quotient ( IQ ) semata. Ternyata penelitian terbaru tentang otak menunjukkan bahwa ada faktor lain yang sangat berpengaruh dalam mengukur kecerdasan manusia di samping IQ, yakni Emotional Quotient ( EQ). Di zaman global yang penuh tantangan atau kompetisi sekarang ini, selain memperhatikan inteligensi otak (IQ, nilai akademik sekolah), kita juga harus memperhatikan kepribadian dan inteligensi emosional (EQ, AE). Emotional Intelligence atau sering disebut Emotional Quotient (EQ) adalah kecerdasan emosional yang mencakup kesadaran diri, pengendalian dorongan hati, ketekunan, semangat atau motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.
Daniel Goleman mengungkapkan mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang menjadi berhasil. Hal ini disebabkan oleh satu faktor penting, yang selama ini selalu diabaikan, yaitu faktor EQ. Kecerdasan emosional ini memiliki ciri-ciri yang menandai orang yang menonjol dalam hubungan interpersonal yang dekat dan hangat, penyesuaian dan pengendalian diri yang baik (dalam hal emosi, perasaan, frustrasi), menjadi bintang di pergaulan linkungan sosial dan dunia kerja. Seandainya seorang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah maka dia akan mengalami kesulitan bergaul (sulit berteman), kesulitan mendapat pekerjaan, kesulitan perkawinan, kecanggungan mendidik anak, memburuknya kesehatan, dan akhirnya menghambat perkembangan intelektual dan menghancurkan karir. Barangkali kerugian terbesar diderita oleh anak-anak, yaitu dapat terjerumus stres, depresi, gangguan makan, kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas, dan kejahatan dengan kekerasan.
Beberapa penelitian menghasilkan sesuatu yang luar biasa tentan peranan EQ ini dalam kehidupan seseorang. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Nancy Gibbs terhadap anak – anak yang berusia 4 tahun. Peneliti berjanji akan memberikan marshmallow kepada beberapa anak yang ditelitinya. Namun, dia menjajikan akan memberikan dobel marshmallow kepada anak yang bersabar menunggu peneliti memesannya. Anak yang tidak bersabar hanya akan mendapatkan satu marshmallow. Beberapa anak yang tak sabar segera berebut untuk mendapatkan marshmallow saat itu, akan tetapi beberapa yang lain memilih duduk tenang, bersabar menunggu pemesanan marshmallow berikutnya agar mendapatkan dobel. Setelah dewasa, terbukti anak – anak yang bersabar tadi menjadi anak yang lebih mudah diatur, lebih popular, senang berpetualang, percaya diri, dan menjadi remaja yang bisa diandalkan. Sementara anak – anak yang dulu tak sabar itu ternyata menjadi pribadi yang suka menyendiri, mudah frustasi, keras kepala, mudah stress dan menghindari tantangan. Dan ketika dilakukan tes scholastic, anak – anak yang sabar mendapat nilai 210 atau jauh di atas anak – anak yang dahulu tidak sabar.
Dari ilustrasi di atas kita dapat menangkap pelajaran berharga, bahwa emosi sangat memegang peranan penting dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang di kemudian hari. Perasaan mudah marah, khawatir yang berlebihan, tidak percaya diri, terlalu ketakutan dll itu adalah beberapa indikasi adanya kekurangcerdasan emosional seseorang. Sebaliknya perasaan tenang, keluwesan, mudah berempati, percaya diri, mudah membaca dan menyesuaikan diri dengan kondisi sekitar dan lain sebagainya adalah beberapa indikator yang menunjukkan kecerdasan emosional seseorang. Termasuk dalam katagori orang yang cerdas emosi menurut Goleman adalah manakala dia mampu marah dengan porsi yang tepat, derajat yang tepat, saat yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Ir. Yoki, S.Psi. seorang psikolog mengatakan bahwa dalam lingkungan sosial, orang yang berhasil belum tentu orang yang waktu masih bersekolah mempunyai nilai sekolah yang baik sekali, juga belum tentu yang keluaran dari sekolah favourit/terkenal. Mereka yang berhasil adalah kebanyakan dari mereka yang dalam memanfaatkan dan mengembangkan faktor EQ dalam hubungan sosial. Seperti : penghargaan satu dengan yang lainnya, kesadaran diri, pengendalian diri, kesabaran, sikap halus (lembut), optimistik, dan lain-lain. Disini digunakan kata memanfaatkan dan mengembangkan seperti disebutkan di atas karena EQ itu selain dipengaruhi oleh faktor keturunan (nature) juga dipengaruhi oleh faktor belajar/setelah lahir (nurture).
Yang pasti apapun profesi dan pekerjaan Anda jika ingin berhasil dan bertahan, persyaratan kemampuan dan pengetahuan khusus terhadap bidang profesi tersebut yang harus ada. Namun hanya dengan persyaratan itu adalah tidak cukup dan yang lebih penting adalah mampu atau tidaknya menciptakan hubungan interpersonal dan sosial yang baik dan sempurna. Oleh karena itu, kita harus bisa meningkatkan dan memperoleh kemampuan EQ kita.